SAMBUNGAN
RANGKUMAN / SUMMARY 3
Menjemput
Dan Berjanji
Tepat jam 13:15 WIB., Hadi menghubungiku kembali sambil berbicara.
“Rick. Kenapa SMS gue ga dibales-bales!? Telepon juga ga diangkat-angkat.!??”
Tanyanya agak ketus. “Oh, sorry, Di. Sejak kemaen-kemaren gue abis silaturahim
kerumah keluarga-keluarga gue yang lainnya. Disambung kemaren gue juga ada
temen-temen pada ngajak renang hampir seharian dan dilanjutkan berwisata alam
dikawasan Gunung Ciremai dan sekitarnya.” Jawabku. “Memangnya SMS menghabiskan
waktu? SMS ga dibales-bales. Telephone ga diangkat-akangkat.! Sekarang loe ada
dimana? Masih sama teman-teman loe itu.!!??” Tanya Hadi. “Gue ada dirumah
sedang tiduran, teman-teman gue udah pada melaju ke kawasan Candi Borobudur
semuanya, memangnya kenapa.?” Tanyaku. “Ooh. Jemput gue sekarang..!!?” Kata
Hadi itu agak tegas. “Hah..!? Jemput? Gue sedang tiduran. Mana mungkin gue bisa
jemput loe, Di.!??” Kataku agak kaget juga. “Cepat jemput gue
sekaraaaaang..!!?” Katanya agak keras. “Ga bisa, Di. Lagipula gue ga ada duit
untuk beli tiket kereta-nya. Bener deh..!” Kataku heran juga. “Ga usah pakai
duit dan ticket..!” Kata Hadi. “Hah..? Memangnya pakai upil cukup.!??” Kataku
mulai tegas pula. “Katanya loe ada dirumah.?” Kata Hadi. “Iya, betul. Tapi gue
ga bisa jemput loe karena gue juga ga ada duit untuk beli tiket kereta-nya.
Belum tetek bengek yang lainnya. Jangan ngegampangin dech loe, Di.!?” Kataku
ketus juga. “Gue ga ngegampangin loe, Rick. Cepetan jemput gue, takut salah
rumah gue nih..!!” Kata Hadi dan terdengar bunyi suara Hand Phone-nya berubah
pula bersamaan dengan berubah pula di layar Hand Phone-ku itu.
Dan kini tampak Video Call wajah Hadi yang terlihat tersenyum ditahan,
tampak di layar latar belakangnya bagunan kelurahan dan bangunan mesjid di
kelurahan tempatku tinggal membuatku heran dan kaget pula. “Loe memangnya ada
dimana, Di.!?” Tanyaku heran pula. “Ya, loe bisa lihat Video Call gue ini kan?”
Jawab Hadi tersenyum sambil menggerakkan tubuhnya merekam sekitar kelurahan
itu. “Hah, kurang ajar loe..! Loe udah didepan kelurahan tempat gue tinggal.
Sebentar gue kesana.” Kataku sambil bergegas keluar dari kamar sambil tetap
online Video Call dengan Hadi yang terlihat telah ada disekitar halaman
kelurahan itu. Namun dalam fikirku, aku harus bagaimana lagi, sepertinya tidak
ada pilihan lagi, kini Hadi telah ada di tempat kelurahanku tinggal. Aku
bergegas disaksikan oleh adikku itu yang tetap tersenyum sinis dalam
ledekkannya itu, namun aku cuwek saja karena memang Sonnie itu paling senang
meledekkin aku ini.
Dan ketika aku tiba di halaman kelurahan tempat tinggalku itu, aku juga
menjadi tersenyum geli, kini Hadi hingga nekad datang ke tempatku itu. Terlihat
sosok BF-ku yang menjengkelkan itu tersenyum manis sambil membawa ranselnya
itu. “Naik apa loe Di?” Tanyaku. “Ya, gue naik Kereta Cirebon Express, dilanjutkan
naik travel itu. Gue turun disini aja, tapi gue dah lupa rumah loe itu makanya
gue kontek loe.” Jawab Hadi sambil bersalaman denganku ini. “Ooh.. Loe masih
ingat jalannya.” Kataku. “Ya iyalah, namanya juga alamat pacar..!” Kata Hadi
tersenyum manis. “Ih, menyebalkan..!” Kataku ketus. “Knapa? Eh, kenapa sih loe
telepon gue ga diangkat-angkat? SMS juga ga dibales-bales.” Kata Hadi menatapku
tapi sambil tersenyum. ”Kan gue dah bilang tadi. Memangnya kenapa sih? Dah
gatel..!!??” Kataku. “Hmmh… Kangen gue, Rick..!!” Jawab Hadi tersenyum
malu-malu. “Hhmm…! Ya dah simpan dulu ransel loe itu. Sekalian aja makan. Loe
pasti belum makan kan?” Kataku. “Gue udah makan di kereta tadi.” Kata Hadi.
“Iya, itu pasti tadi. Paling waktu jam sarapan pagi kan.!? Waktu makan siang
pasti belum.” Kataku. “Iya sih. Ko kamu kadang-kadang pintar ya, Rick.” Kata
Hadi. “Halah, basi kali. Nyebelin..! Ya udah cepet kerumah aja sambil istirahat
dulu.” Kataku sambil berjalan pula bersama Hadi itu. Dan kini Hadi tersenyum
manis, yang aku suka melihat Hadi itu cara jalannya juga tampak seperti
laki-laki tulen dan terlihat gagah jika sedang berjalan, berbeda dengan
laki-laki pada umumnya itu.
Hadi benar-benar membuat kejutan untukku dengan cara seperti itu
jauh-jauh datang ke luar kota Jakarta untuk bertemu denganku ini. Tapi aku juga
pada dasarnya senang karena teman dan/atau orang senasib itu tidak memilikinya,
semua temanku pada normal semuanya. Walaupun ada, aku belum mengetahuinya siapa
mereka itu yang masih terselubung dalam kehidupan yang nyata dan kamuflase ini,
sama sepertiku ini juga. Aku tersenyum ditahan berjalan dengan Hadi yang
jauh-jauh telah berusaha untuk dapat bertemu denganku ini demi seorang
kekasihnya yang dia cintainya selama ini.
=====o0o=====
BABY I LOVE
YOUR WAY
(Lirik
lagu Baby I Love Your Way – Bob Marley)
Shadows grow so long
before my eyes,
And they’re moving
across the page
Suddenly the day turns into night, Far away from the city but don’t hesitate
‘Cause your love just won’t wait hey, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day, Wanna be with you night and day
Moon appears to shine and light the sky, With the help of some fireflies
I wonder how they have the power shine shine shine, I can see them under the pines
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait hey, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day, Wanna be with you night and day uh yeah
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait, I can see the sunset in your eyes
Brown and grey and blue besides, Clouds are stalking islands in the sun
Wish I could dry one out of season, But don’t hesitate ’cause your love just won’t wait hey
Ooh baby I love your way every day, Wanna tell you I love your way uuhh
Wanna be with you night and day, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way uuhh, Wanna be with you night and day.
Suddenly the day turns into night, Far away from the city but don’t hesitate
‘Cause your love just won’t wait hey, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day, Wanna be with you night and day
Moon appears to shine and light the sky, With the help of some fireflies
I wonder how they have the power shine shine shine, I can see them under the pines
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait hey, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day, Wanna be with you night and day uh yeah
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait, I can see the sunset in your eyes
Brown and grey and blue besides, Clouds are stalking islands in the sun
Wish I could dry one out of season, But don’t hesitate ’cause your love just won’t wait hey
Ooh baby I love your way every day, Wanna tell you I love your way uuhh
Wanna be with you night and day, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way uuhh, Wanna be with you night and day.
=====o0o=====
Ketika memasuki rumah, Hadi tetap ramah dan sopan, tampil seperti tidak
ada masalah denganku ini. Kami pada harus dapat menyimpan rahasia itu jika kami
ini pasangan Gay dan Bisex itu. Sonnie dan keluargaku juga tampak seperti
biasa. Dan yang beruntung, Sonnie yang suka jahil itu ketika dihadapan Hadi itu
dia menjadi diam dan tidak ledek-ledekkan seperti sebelumnya itu. Malah
keramahannya itu terlihat menjadi sopan karena memang harus dapat menjaga
kesopanan dengan siapapun juga, bercanda dan meledek hanya dapat dilakukan jika
dalam keluarga saja. Sonnie dan Hadi juga pada bersalaman seperti biasa pada
umumnya itu. Sekaligus bersilaturahim dalam rangka lebaran pula. Kami tampil di
dalam keluarga itu juga tidak mencerminkan sesuatu yang dapat mencurigakan. Apapun
harus dapat disolusikan oleh kami ini dan jangan sampai semua anggota
keluargaku itu pada dapat mengetahuinya jika kami ini sebagai pasangan
Gay/Bisex itu. Sikap Sonnie hanya dapat meledek saja karena jahilnya itu,
dasarnya sebetulnya agak mencurigai kami ini. Namun adikku, Sonnie itu
sepertinya ketakutan jika aku dapat marah padanya, jadinya Ia hanya dapat
meledek saja walau secara psikologis dapat menjabarkannya itu, terlihat dari
sikap cara dan gaya meledeknya itu pula.
Aku dan Hadi tampil seperti biasa, makan dan lain-lain juga. Dalam
kesempatannya aku juga berjalan-jalan disekitar tempatku termasuk membawa Hadi
bersilaturahim ke tante-ku juga yang jaraknya tidak jauh dari rumahku itu. Dan
ketika tiba dirumah tante-ku itu, tampak Derwan dan Akris juga yang lainnya
pada welcome juga pada kami semua. Namun yang cukup mengganjal fikiranku itu
sikap Derwan dan Akris itu yang pandangan mata-nya itu cukup mencurigakan ku
juga. Tapi aku tidak ambil pusing, aku tetap tampil seperti biasa saja karena
jika aku kaku dan salah tingkah maka akan semakin menambah kecurigaan bagi
mereka semua. Aku dan Hadi juga mengobrol dengan Oom-ku itu yang telah cukup
usianya. Keberadaan Hadi cukup menambah kawan juga karena aku tidak memiliki
teman juga di tempat kelahiranku itu karena aku hanya lahir di tempat itu saja
dan besar di Jakarta itu hingga puluhan tahun dan dapat dikatakan hingga
sekarang ini.
Sepulangnya dari rumah tante-ku itu kami pada beristirahat tidur siang
dikamarku sambil memutar Love Songs yang kebetulan kami berdua pada suka dengan
lagu-lagu itu termasuk liriknya pula. Karena Hadi merasa kangen, seperi biasa
kini Hadi memeluk tubuhku dan mencium bibirku ini secara perlahan-lahan
ditempat tidurku itu membuat aku tidak dapat mengelak juga. Walau sedang marahan
karena suatu hal, aku dalam hal ini tidak dapat mengelak serangan-serangan Hadi
itu, aku tidak dapat menghindar karena jika berteriak atau menolaknya akan
menambah masalah baru dan semua anggota keluargaku pada akan menanyakkannya
juga, dan tentunya pada akan mengetahui masalah yang sangat mendasarinya itu.
Aku pasrah digauli Hadi itu tanpa diketahui oleh semua anggota keluargaku itu
dalam beristirahat tidur siangnya jelang sore itu. Aku juga pada dasarnya
kangen namun bercampur kesal dan benci akan sikap Hadi itu yang selalu
membuatku kesal oleh sikapnya itu. Bercinta dengan Hadi dalam cinta
terlarangnya itu memang benar-benar sangat mengesankan dan memuaskan pula
mebuatku nyaman, namun aku tidak sex maniac seperti Hadi itu yang benar-benar
Hypersex Gay, yang aku rasakan cukup berlebihan harus dapat bercinta setiap
hari/malam.
Walau aku bercinta dengan Hadi sebagai pasangan Gay-Bisex itu cukup
nyaman dan santai bahkan hal ini yang pertama kali aku berpacaran dan aku
lakukan dengan sosok laki-laki Gay yang secara penampilan; tampil sama dengan
laki-laki pada umumnya itu, bahkan dalam sosok Hadi yang aku sukai itu dari
cara berjalannya terlihat laki-laki tulen sekali dan sexy pula. Aku sendiri
tidak habis fikir mengapa pada akhirnya aku ini menjadi menyukai sosok Hadi itu
walau telah jelas jika Ia itu Hypersex Gay dan menyukai banyak Pria Idaman
Lainnya itu. Aku tidak mengerti jika aku masih menyukainya pula, pada Hadi itu
membuatku heran pula, karena pada laki-laki yang lainnya aku merasa biasa saja
dan tidak ada rasa, kecuali sosok laki-laki itu tinggi badannya dan memang
terlihat tampan seperti sosok Rendy dan teman-temannya itu. Namun aku tidak
selingkuh dengan mereka karena diantara kami telah sepakat hanya berkawan dan
tidak saling mengganggu satu dengan yang lainnya itu demi menjaga privacy-nya
masing-masing pula. Aku berfikir sambil berbaring memeluk sosok Hadi yang lelah
telah bercinta denganku ini, anehnya kini Hadi juga sambil lip-sych dengan lagu
di Hand Phone-nya dan lagu yang lainnya sambil diresapinya pula.
=====o0o=====
Threesome Kembali
Suasana yang semakin akrab bertiga di kamar itu semakin mengarah pada
tontonan itu sendiri. Akhirnya Hadi seperti biasa mengambil DVD Gay/Bisex
koleksinya itu pula, lalu kami tonton secara bersama pula tanpa sepengetahuan
semua anggota keluarga Hadi itu yang sebagian telah pada istirahat tidur pula,
kecuali Ayahnya Hadi yang masih aktif menonton Televisi saluran olah raga;
Sepak Bola sebagai salah satu acara favoritnya itu, menonton sendirian saja
ditengah rumahnya. Aku tidak menyadarinya jika Ayahnya Hadi itu walau cuwek
sekali namun memperhatikan kami semua, terbukti dengan kritikan-kritikannya dan
berbagai pertanyaannya yang suka menjebak pula. Ayahnya Hadi tidak berani
bertindak dan berbicara pada Hadi karena memang dia agak takut pada Hadi dan
Ibu-nya itu pula.
Tidak lama kemudian Hadi mengunci pintu kamarnya pula secara
perlahan-lahan agar tidak terdengar oleh Ayahnya dan agar tidak dapat dicurigai
pula. Kini malah Hadi dan Yudi saling mendekat sambil berbicara perlahan-lahan
padaku. “Rick. Sini dong. Bertiga sini.!” Pinta Hadi membuatku kaget pula. Dan
ketika aku menatap mereka, tampak Yudi yang serba salah karena Yudi tahu jika
aku ini BF-nya Hadi itu sendiri. “Jangan ginilah, Hadi. Ga enak sama Mas
Ricky.” Kata Yudi menghindarkan sentuhan-sentuhan dan pelukan tangan Hadi itu.
Aku sendiri menjadi serba salah pula, apa yang akan dilakukan oleh Hadi secara
terang-terangan dihadapanku ini, namun aku tetap diam saja dalam kesabaran dan
serba salahku ini, karena aku tidak dapat protes juga sebab aku kini berada
dirumahnya Hadi dan aku di Jakarta juga memang tidak memiliki keluarga pula,
jika aku protes dan harus pulang jam berapapun tidak ada ada tempat singgah
itu. Kini aku harus dapat menerima dan menghadapi apapun risikonya yang akan
terjadi dihadapanku dengan mengorbankan hati dan perasaan tanpa mengenal batas
dan waktu pula, sekalipun menyangkut hati dan perasaan sebagai manusia yang
memiliki hati dan perasaan ini.
Terlihat memang yang sangat agresif itu Hadi itu sendiri. Yudi tampak
berusaha menghindarnya dengan cara sopan dan baik karena ada aku disekitarnya.
“Mas Ricky, gimana nih, Hadi.” Kata Yudi serba salah. “Rick, sini dong kita
bertiga.” Kata Hadi. Aku hanya menarik nafas panjang sambil memperhatikan
mereka yang pada sedang nafsu dalam cinta terlarang itu sementara film
Gay/Bisex masih berjalan pula dan bunyi suaranya dikecilkan agar semua anggota
keluarganya pada tidak dapat mendengarnya pula. Tampak tatapan Yudi terlihat
polos dan serba salah karena mungkin ada aku, namun Hadi malah mengerdipkan kelopak
bola matanya itu memberikan suatu isyarat padaku agar aku dapat bergabung dalam
balutan cinta sesama jenis itu. Aku menatap Yudi yang masih menatapku walau
tubuhnya dipeluk Hadi itu, bahkan tangan Hadi meraba-raba tubuhYudi itu.
“Kenapa mesti takut dengan saya, tanpa
ada aku juga kan dapat melakukannya seperti yang udah-udah.!?” Kataku
sambil berusaha tetap senyum walau dalam hatiku serba salah juga. Tampak Yudi
juga terlihat kaget mendengar jawabanku itu, terlihat di bola matanya serba
salah dan salah tingkah pula, namun apa daya tubuhnya kini sedang dipeluk Hadi
itu. “Oh, Ma’af, Mas Ricky. Ya udah sini, Mas.” Kata Yudi salah tingkah. “Iya
sini, Rick. Gabung sama kita.” Kata Hadi tenang sekali.
“Aku juga pengen coba peluk, Mas Ricky. Sini, Mas.!” Kata Yudi yang
tidak dapat bangkit karena Hadi telah menciumnya pula, bahkan beberapa kancing
baju Yudi telah pada dibukanya oleh Hadi, termasuk restluiting celana jeans
Yudi itu telah dibukanya, terlihat tatapan bola-bola mata Yudi tidak nyaman
pula diperlakukan seperti itu didepan aku sebagai BF-nya Hadi itu. Kini aku
juga serba salah, masa aku harus membiarkan BF-ku bercinta secara
terang-terangan dihadapanku ini dengan kawanku dan teman dia juga yang
sama-sama Bisex pula. Jika aku keluar ruangan kamar, apa perasaanku itu karena
telah jelas Hadi itu telah membuka pakaian Yudi itu, bahkan kini celana Yudi
juga telah terbuka pula. Jika aku bergabung, apakah mungkin aku harus threesome
kembali seperti yang telah kami lakukan itu pula. Aku serba salah dan berfikir;
dunia Gay/Bisex itu apakah seperti ini? Dapat bercinta secara bebas seperti itu
pula tanpa ikatan resmi yang dapat sama-sama menjaga hubungan dan kebersihan
bercinta. Berselancar dan eksplorasi cinta demi sex itu dapat dilakukan semudah
itu walau ada kekasihnya ini.
Aku melihat tubuh Yudi yang tampan itu kini telah bugil dan diciumin
oleh Hadi itu, dan dalam serba salahnya Yudi juga pada akhirnya membalas ciuman
Hadi itu sambil memeluknya pula, namun bola-bola matanya pada menatapku pula.
Terlihat tubuh Yudi yang ganteng itu memang laki-laki sekali dan sexy pula,
lalu Hadi melepaskan celana dalam Yudi itu pula sambil berbicara. “Rick. Sini
gabung sama gue dan Yudi. Kita threesome bersama. Cepet sini..!!” Kata Hadi.
Karena aku melihat sosok tubuh Yudi yang telanjang itu terlihat sexy dan
ganteng, juga Hadi memaksaku untuk dapat bergabung dalam eksplorasi cinta
terselubugnya itu, aku juga mulai terangsang kembali, lalu aku menghampirinya
pula dan langsung aku dirangkulnya oleh Hadi dan Yudi itu dalam balutan cinta
terlarang laki-laki pada tampan secara bertiga di atas ranjang itu. Dengan
cerdiknya Hadi langsung mengaktifkan lagu-lagu Love Songs-nya untuk menyiasati
bunyi suara di kamar agar terkesan jika kami pada sedang mendengarkan Love
Songs itu. Threesome kini sedang berlangsung tanpa diketahui oleh semua anggota
keluarga Hadi sekalipun Ayahnya Hadi yang masih menonton televisi diruang
tengah rumah itu, dan aku yakin Ayahnya Hadi hanya dapat mendengar bunyi suara
halunan Love Songs itu saja dari kamar Hadi dibalik threesome yang sedang
berlangsung itu. Selancar dan eksplorasi cinta demi sex itu berbagai gaya dan
berbagai cara sesuai dengan keinginan semuanya, bahkan saling oral pula satu
dengan yang lainnya yang terbungkus teman laki-laki Gay-Bisex. Tatapan di bola
mata Yudi juga terlihat dalam serba salahnya itu membuatku bertanya-tanya pula.
=====o0o=====
Di usir Dari Rumah
Aku telah mengatakannya jika membuat buku itu sambil menunggu panggilan
pekerjaan karena aku juga masih tetap melamar pekerjaan juga baik secara
dikirim langsung maupun lewat post khususnya melalui E-Mail. Akhirnya Pak
Paiman semakin serius berbicara tentang pekerjaan itu seperti menyerangku pula.
“Saya tahu anggaran sampean itu cukup tinggi. Dan sampean pasti tidak tertarik
menjadi PNS seperti saya yang udah pensiun ini. Sampai kapan sampean akan
menunggu panggilan pekerjaan itu?” Kata Pak Paiman. “Saya kerja apa saja tidak
apa-apa, Pak. Masalahnya kan nepotisme masih berlangsung. Dan saya tidak
memiliki jaringan di PNS itu. Saya juga tidak tahu disini sampai kapan karena
masih belum ada tanda-tanda pekerjaa. Lagipula kan saya tinggal disini diminta
sama Mas Hadi itu, bukan keinginan saya sendiri. Mas Hadi pernah bilang sama
saya berulangkali, segala sesuatu dirumah ini yang akan bertanggung jawabnya.”
Kataku menjawab apa adanya, padahal aku berfikir apa lagi yang akan menimpaku
ini.
“Lah iya, Mas. Saya tahu itu. Sampean kalau tidak karena anak saya itu,
mau gimana? Anak saya juga harus lekas berkeluarga juga. Kalau sampean selalu
berduaan juga dengan anak saya itu, kapan anak saya mandirinya? Ini harus
dipisahkan juga, Mas.! Saya sudah beberapa kali memperkenalkan anak saya pada
anak gadis temen kerja saya termasuk anak gadis kerabat saya tapi pada
ditolaknya. Termasuk anak Pak RT ini, teman sampean juga itu.” Kata Pak Paiman membautku semakin kaget,
namun aku berusaha menahan sabar pula. “Iya, Pak. Saya memang harus keluar dari
rumah ini. Saya juga harus mandiri dan mendapatkan pekerjaan lagi. Tapi
sekarang saya belum ada gambaran jika saya harus keluar dan dimana saya harus
tinggal juga. Mohon kebijaksanaan jika saya masih disini sebelum saya dapat
tempat tinggal itu.” Kataku serba salah.
Bersamaan dengan itu sepertinya Ibunya Hadi mendengarkan percakapan kami
itu yang semakin memanas pula dalam batas kewajaran. Tiba-tiba Ibu Sutiariyah
memasuki kamar Hadi pula sambil berbicara.” Pak. Udah, Pak..!! Sini dulu, Pak.”
Kata Ibu Sutiariyah itu. “Kenapa Bu? Sini aja bicara sekalian.” Kata Pak Paiman
itu menyangkalnya pula sehingga Ibu Sutiariyah itu tertegun pula. “Anu, Pak.
Biarkan Mas Ricky disini dulu. Dia belum mendapatkan pekerjaan.” Kata Ibu
Sutiariyah sambil masih berdiri. “Ibu sini aja bicara disini bersama.” Kata Pak
Paiman itu tetap duduk di karpet kamar Hadi itu. Dan sepertyinya pembicaraan
itu didengar pula oleh Kakaknya Hadi, terlihat Warti yang judes dan sentiment
padaku itu melihat kekamar Hadi dan hanya menatap sepintas dalam tatapan
ketidak nyamanannya itu. Tapi kini malah Ibu Sutiariyah yang berjalan
menghampiri Pak Paiman dan duduk di samping tempat tidur Hadi itu sambil
berbicara. “Maksud Bapak itu bagaimana sih, Pak?” Tanya Ibu Sutiariyah itu.
“Gini loh, Bu. Mas Ricky memang sebaikanya keluar dari sini saja. Dia
udah lama disini juga. Dan belum mendapatkan pekerjaan. Bikin buku juga kan
kayaknya seperti pekerjaan buang-buang waktu saja loh, Bu. Lebih baik kerja
yang lainnya yang udah jelas ada hasilnya. Sampai kapan Mas Ricky akan tinggal
disini, Bu?” Kata Pak Paiman agak keras bicaranya pada Ibu Sutiariyah itu.
“Pak. Bapak sabar kenapa? Mas Ricky belum mendapatkan pekerjaan. Biarkan dia
disini dulu sebelum mendapatkan pekerjaannya. Biar Mas Ricky disini aja.” Kata
Ibu Sutiariyah sambil matanya berkaca-kaca juga, tatapan tajamnya ke Bapak
Paiman itu. “Ga bisa, Bu. Mas Ricky harus keluar dari sini.!! Kenapa Ibu
menahannya dia terus sih? Toh anak kita juga kalau pada udah berkeluarga harus
pada keluar dari sini agar pada mandiri.” Kata Pak Paiman tetap keras.
Mendengar jawaban itu kini Ibu Sutiariyah menangis keras pula. “Bapak.
Kasihan Mas Ricky. Dia belum mendapatkan pekerjaan juga. Untuk sementara disini
aja dulu.” Kata Ibu Sutiariyah menangis cukup keras sehingga Kakaknya Hadi
datang kembali ke kamarnya Hadi itu dan memperhatikannya pula dalam judesnya
itu pula. “Ibu ini gimana sih.!? Jangankan Mas Ricky, anak kita juga harus
keluar dari rumah sini.” Kata Pak Paiman. “Iya tapi kalau pada udah mandiri.
Ini Mas Ricky belum mendapatkan pekerjaan. Kasihan dia. Ibu udah sayang seperti
anak Ibu sendiri.” Kata Ibu Sutiariyah itu tetap sambil menangis. “Bu. Udah,
udah udah, Bu. Sini..!” Kata Warti itu mengajak Ibu Sutiariyah keluar dari
kamar Hadi. “Lagian pada membandel. Ibu sih gitu. Ya sudah, Ibu ke kamar sono..
Sini…!!” Kata Pak Paiman itu mengajak Ibu Sutiariyah juga yang sedang menangis
itu karena aku diusir secara sopan juga oleh Pak Paiman itu. Dan akhirnya
dengan berjalan secara perlahan-lahan Ibu Sutiariyah itu kekamarnya bersama
Warti dan Pak Paiman itu, tentunya pembicaraan itu dilanjutkan dikamarnya pula
dengan versinya masing-masing pula.
Kejadian itu tidak diketahuinya oleh Hadi yang masih bekerja di kantor
pengeboran minyak berlogo kulit kerang warna kuning ber-list dipinggirnya
berwarna merah itu. Aku sendiri setelah mereka pada keluar dari kamar Hadi
hanya terdiam dan termenung berfikir serius sekali. Kini aku telah jelas diusir
secara terang-terangan oleh Pak Paiman setelah mengkritik aku tentang pekerjaan
dan menulis buku itu. Dan sepertinya Pak Paiman itu juga pada dasarnya
mengetahui kelalianan yang terjadi dengan Hadi itu sendiri namun tidak banyak
bicara saja, hanya dapat menilai dan memperhatikan gerak gerik kami dan
teman-teman Hadi itu. Secara psikologis Pak Paiman juga sering mengkritik aku
seperti yang telah dia lakukan seperti mengatakan “Yang bekerja anak saya, sementara yang bagian tukang masaknya, Mas
Ricky” dengan senyum sinisnya pula penuh dengan kebencian itu. Aku kini
mulai resah memikirkan nasibku di Jakarta karena aku tidak memiliki keluarga,
dan tidak memiliki tempat tinggal pula. Padahal aku sendiri besar di Jakarta
hingga 30 tahun lebih. Namun kini secara berangsur-angsur pada lepas dengan
caranya masing-masing pula, apalagi aku kini kehilangan pekerjaan itu sendiri.
Aku tidak kehabisan akal, semua teman kuliah aku kontek via SMS
disamping menanyakan kabar sekaligus menanyakan pekerjaan pula. Dan ternyata
tidak ada lowongan bagiku, bahkan mereka tidak mengizinkan jika aku menjadi
bawahan di kantornya itu. Lalu aku melamar bagian Cleaning Servise, tukang sapu
atau OB juga tidak masalah bagiku, namun tetap teman-temanku pada tidak
mengizinkan jika aku bekerja sebagai OB itu, mereka inginnya jika aku menjadi
partner kerjanya itu baik secara operasional maupun secara profit sharingnya.
Mereka beranggapan jika aku ini jauh lebih tinggi prestasi dan pengalamannya
termasuk dari cara berfikirnya dan tidak mungkin menjadi OB dan lain
sebagainya. Bahkan mereka ada yang mengatakan jika aku ini orangnya idealis dan
teoritis pula. Aku tetap menghubungi teman-teman yang lainnya hingga Hadi
pulang kerja pada petang harinya itu. Akupun ketika hendak pada tidur malam
seperti biasa mengobrol secara singkat intisari pembicaraan tadi siang itu yang
membuat Hadi kaget pula jika Ayahnya bertindak seperti itu. Terlihat Hadi
merenung pula seperti mencari solisui pula, namun dia tetap memeluk tubuhku ini
sambil pada berbaring ditempat tidur itu.
“Gue jadi serba salah jadinya, Di. Gue juga ga tahu jika pada akhirnya
gue akan menjadi seperti ini. Jatuh dipelukan loe ini pula. Gue di Jakarta ga
ada family dan ga ada tempat tinggal juga, Di.” Kataku meneteskan air mata
pula. “Tapi gue ga percaya bokap gue bilang gitu.” Kata Hadi dalam serba
salahnya itu. “Loe Tanya aja sama Kakak loe itu atau sama Ibu.” Kataku.
Mendengar jawabanku seperti itu Hadi terdiam, namun tetap memeluk aku erat
sekali. “Gue nyaman sama loe, Rick. Gue dulu pacaran sama BF-BF gue sebelumnya
ga seperti ini. Terus lowongan kerja buat loe memang belum ada?” Kata Hadi.
“Belum. Semua teman gue udah dikontek semuanya. Tapi pada ga ada lowongan kerja
untuk gue. Mereka juga pada ga mau kalau gue jadi bawahannya. Mereka inginnya
gue sebagai partner mereka. Gue harus buka kantor sebagai mitranya itu.”
Kataku. “Ya kan loe belum punya uang untuk modalnya.” Kata Hadi. “Itulah
masalah gue juga. Gue ga tahu jika gue jadi begini.” Kataku terdiam. “Ya udah
lupakan dulu. Besok kita bicarakan lagi, okey!? Sekarang peluk gue dulu dong
Rick.” Kata Hadi mulai merayu kembali.
Siap atau tidak siap aku kini harus berusaha tenang karena Hadi suka
mengancamnya jika masalah itu berlarut-larut dalam fikiranku ini. Kini aku yang
berbaring di tempat tidur itu memeluk Hadi, dan secara perlahan-lahan Hadi
mulai beraksi kembali pada serangan malamnya itu dalam balutan cinta
terlarangnya, sepertinya kami lupa dengan kejadian di siang hari tadi itu. Hadi
memang sangat pandai dalam bercintanya, sentuhan-sentuhan tangan halus dan
lembutnya meraba-raba seluruh tubuhku membuat aku terangsang pula di atas
ranjang yang berstempel penuh dengan jejak cinta terlarang kaum Gay/Bisex era
millennium modern ini karena zaman Nabi Luth telah berlalu sejak dahulu kala
namun warisannya masih dapat dirasakan dan masih ada karena Tuhan sebagai sang
pencipta alam semesta beserta semua isinya masih memproduksinya melalui insan
dan atau manusia seutuhnya tanpa diketahui oleh orang tua atau ibu-ibu yang
pada melahirkannya dalam rahasia Tuhan itu. Anehnya aku juga merasa tenang jika
sedang berduaan dengan Hadi itu, apalagi dalam balutan cinta terlarang tanpa
ikatan hitam di atas putih itu yang kini hanya seberkas perjanjian belaka
antara aku dan Hadi saja.
Keesekoan harinya karena aku merasa dihina dan dikritik membuat buku dan
diusir oleh Pak Paiman itu pula, aku pergi kekantor kawanku itu dan mengobrol
masalah pekerjaan pula, namun hubungan intim dengan sesama jenis tidak aku
utarakan pada mereka karena selama ini semua kawan kuliahku tidak ada yang
dapat pada mengetahuinya jika aku ini sosok seorang Bisexual juga. Namun aku
hanya dapat berkonsulatasi masalah pekerjan saja, tidak mendapatkan pekerjaan
sekalipun hanya pesuruh kantor dan sejenisnya. Dari kantor ke kantor temanku
aku lakukan sambil memohon pekerjan barangkali mereka memilikinya, dan aku
tidak butuh jabatan apapun, yang penting aku mendapatkan pekerjaan apa saja dan
aku dapat keluar dari rumahnya Hadi itu. Tetapi dalam satu hari itu aku nihil,
tidak ada satu kawanpun yang memiliki lowongan pekerjaan. Aku merasa sedih dan
benar-benar seperti gembel saja, duduk di halte bis sambil mengobrol dengan
beberapa pengamen pula. Dan beberapa kali Hadi juga menghubungiku melalui Hand
Phone-ku itu menanyakan posisiku berada di mana, aku juga menjawabnya secara
jujur dan terus terang apa yang aku lakukan pada pagi, siang hingga sore itu.
Bahkan aku juga belum makan karena aku berangkat dari rumah itu setelah Hadi
berangkat kerja pula, sehingga Hadi ngomel-ngomel pula padaku namun aku
abaikannya karena aku harus secepatnya mencari dan mendapatkan tempat juga. Dan
pada akhirnya aku janjian sama Hadi ketemuan di Citos saja dipetang harinya itu
sambil makamn malam bersama di MC Donalds itu.
=====o0o=====
Orang
Pintar (Paranormal)
Dan kami makan malam di MC Donalds itu hingga agak larut malam,
pulangnya langsung menaiki taxi tetap ke rumahnya Hadi daerah Lubang Buaya,
Jakarta Timur karena aku belum dapat tempat tinggal lagi. Selama dalam taxi aku
hanya diam dan berfikir dalam sekali tentang nasibku ini, Hadi-pun tidak bicara
sepatah katapun, hanya menatap sesekali saja. Aku berfikir juga bagaimanakah
profil orang pintar sebagai konsultan spiritualnya Hadi selama ini, dan
magic-magic-nya seperti bagaimana itu pula, apakah memang seperti dalam film
aladin dan film-film yang lainnya itu dan dapat membantuku juga dalam kekuatan
gaibnya itu khusunya demi mendapatkan pekerjaan itu kembali seperti semula.?
Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, aku dan Hadi pada janjian di
Pizza Hut Taminisquare dan makan malam disana sekaligus berangkat ke rumahnya
orang pintar yang selalu dipanggil “Oom Tommy atau Oom” itu saja. Setelah pada
bertemu, Oom yang berasal dari salah satu desa Provinsi Jawa Tengah itu
terlihat usianya cukup berumur juga. Namun posisi kontrakan rumahnya di Jakarta
berada di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur dekat dengan kawasan Kramat Jati
Indah Plaza, atau dekat dengan kawasan Rumah Sakit Polri itu. Suasaa dirumah
kontrakan Oom itu cukup ramai karena sering banyak tamu pula yang sama-sama
pada sedang berkonsultasi sesuai dengan kebutuhannya pula, mulai dari berbagai
permasalahan pribadi para pasien-nya masing-masing maupun tentang pekerjaan dan
lain-lainnya pula. Aku tidak tahu ilmu kebathinan apa yang digunakan oleh Oom
itu sehingga tamunya cukup banyak juga dan hingga mengantri untuk dapat
berkonsultasi pada Oom itu.
Aku menatap dekorasi dan asesoris isi ruangan kontrakan rumahnya tak
ubahnya seorang spiritual, dilengkapai hal-hal yang berbau mistis dan aroma
penciumannya cukup wangi pula. Disana juga terdapat kepala rusa bertanduk
sangat indah dan senjata keris serta lain-lainnya pula pada menempel di dinding
ruangan rumahnya itu. Suasana lingkungan rumah Oom cukup ramai kebetulan di
daerah padat penduduk, dan para tamu juga silih berganti untuk dapat
berkonsultasi pada Oom itu. Ada yang dari Jakarta dan sekitarnya dan ada pula
para tamu yang dari luar kota Jakarta, termasuk dari luar pulau Jawa pula.
Pertama-tama Hadi memperkenalkanku kepadanya lalu Hadi berkonsultasi
pada orang pintar itu tentang pekerjaan dan lain-lainnya. Tidak lama kemudian
Ervando, teman Hadi sejak SMA di kawasan Halim Perdanakusuma itu juga datang
karena telah pada janjian dengan Hadi juga, dan ternyata sepertinya mereka
telah pada sering berkonsultasi kepadanya pula. Ervando sendiri salah seorang
teman Andrean yang sama-sama Gay pula, sama dengan Hadi, itulah mengapa Ayahnya
Hadi suka bertanya padaku mengapa jika teman-teman Hadi pada sedang berkumpul
dirumah Hadi mereka jika pada sedang mengobrol kata-kata latah hingga alat
vital laki-laki juga pada terucapnya dan bahkan lebih dari itu.
Ervando sendiri pada dasarnya sejak dari awal jika aku berpacaran dengan
Hadi itu tidak setuju, harapannya jika Hadi itu masih dapat mendapatkan BF yang
lebih mapan dariku ini, karena dia sendiri berusaha untuk mendapatkan BF yang
lebih mapan darinya pula walaupun dia sendiri telah memiliki BF yang tampan dan
tinggi juga badannya. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu, aku tetap masih
dapat berkawan dengannya dengan batas-batas tertentu saja karena dalam dunia
Gay/Bisex juga terjadi persaingan yang sangat ketat seperti itu pula. Ervando
itu sendiri memiliki kekasih laki-laki Gay juga bertubuh sangat tinggi dan
ganteng pula, tubuhnya sangat proporsional bahkan jauh lebih tinggi daripada
sosok Hadi dan Ervando itu sendiri. Terlihat sosok BF Ervando itu sangat
ganteng seperti Rendy dan kawan-kawannya itu. Namun dunia Gay-Bisex berbicara
lain, sepertinya tidak melihat hati dan perasaan melainkan hanya kepuasan hawa
nafsu sex saja yang dikejar-kejar dan diperjuangkannya itu.
Didalam rumah kontrakan Oom, kini Oom yang dikatakan orang pintar dan
memiliki kebathinan ilmu terawang itu hanya terlihat menatap kami bertiga dalam
kewibawaanya seorang paranormal itu. Dan karena Oom itu banyak tamunya sehingga
kami semua jika bicara dan konsultasi akan pada terdengar oleh orang-orang
lainnya yang pada sedang berkonsultasi pula. Terlihat Oom Tommy itu sangat
halus dan menggunakan istilah dan bahasa isyarat cara memberikan wejangan dan
saran-sarannya kepada semua pasiennya itu, termasuk aku sendiri. Syarat-syarat
untuk ritual pada Oom Tommy itu juga tidak sama, disesuaikan dengan
kebutuhannya masing-masing pula, disesuaikan dengan tingkat kesulitan
masalahnya itu.
Aku perhatikan Hadi dan Ervando sepertinya telah jelas pada akrab
dengannya, Hadi dan Ervando berkonsultasi tentang kariernya masing-masing pula.
Ervando sendiri bekerja di salah satu Bank Swasta Indonesia dan posisinya cukup
lumayan juga, namun Ervando berkonsultasi pada Oom ingin pindah dan sekaligus
naik jabatannya di kantornya itu hingga tingkat manager sesuai dengan
harapannya itu. Ervando yang sedang berpacaran dengan laki-laki tampan salah
seorang warga Bekasi, Jawa Barat, karena kami sering bertemu dalam acara-acara
silaturahmi yang suka diadakan oleh Hadi itu sendiri sesama kaum Gay/Bisex
tanpa diketahuinya oleh yang lainnya jika kami ini para homosex walau secara
penampilan terlihat ganteng-ganteng dan tampan-tampan atau menarik sekali, dan
tidak terlihat tanda-tanda jika kami ini pada memiliki kelainan secara biologis
masing-masing. Dan Hadi sendiri pernah terucap menyukai type laki-laki seperti
pacarnya Ervando itu sendiri, sayangnya BF Ervando sendiri pacar temen
sekolahnya sendiri.
Kami bertiga masih pada duduk dan mendengarkan petuah Oom dalam
konsultasinya itu, tidak perduli sama-sama didengarkan oleh orang lain yang
pada sedang berkonsultasi itu pula karena para pasien atau para tamu Oom
disatukan dalam satu ruang tamu itu sendiri. Dan berulangkali Oom menggaris
bawahin pembicaraannya itu dengan 3
kata; “Sabar, Yakin, dan Percaya.” Itu yang harus kami pegang teguh
jika ingin mempercayai anjuran dan saran Oom itu sebagai konsultan
spiritualnya. Pembicaraan demi pembicaraan konsultasi bergulir secara terus
menerus hingga larut malam silih berganti sesuai dengan antrian itu pula. Dan Oom itu bicaranya terlihat secara
langsung tanpa menggunakan jampe-jampe atau mantra-mantra disesuaikan dengan
faktor kebutuhannya pula, sejauh mana faktor kesulitan masalah yang dihadapi
para pasiennya itu pula. Tapi tidak lama kemudian Oom berbicara pada kami
bertiga. “Dari tiga orang ini ada yang berhasil duluan. Ada yang telat. Dan ada
yang akan membeli mobil duluan.” Kata Oom, lalu menatapku juga. “Amiiin, Oom.”
Kata kami bertiga disaksikan oleh para tamu yang lainnya itu.
Kemudian Oom berbicara kembali. “Mas Hadi. Mas Ricky. Juga Mas Ervando.
Sebaiknya sampean ini pada memiliki ikat pinggang kulit asli yang memiliki
resluitingnya. Nanti Oom akan membuat tulisan zarah-emas didalamnya dan
sekaligus tempat saputangan berisi mantra Oom untuk penjagaan sampean semua.
Untuk jaga diri dan sekaligus untuk karier juga.” Kata Oom tenang. “Iya, Oom. Dimana mendapatkan ikat pinggang
kulit asli dan ada resluitingnya itu?” Tanya Hadi. “Banyak, Mas. Sampean cari
saja ditempat-tempat jual ikat pinggang itu. Kalau Oom yang mencarikan nanti
dikira Oom bisnis juga. Cari aja masing-masing karena Oom tidak komersil.” Kata
Oom tersenyum. “Baik, Oom. Nanti saya dan temen-temen mau pada mencarinya
juga.” Kataku menimpali Hadi.
“Iya. Nanti kalau sudah pada dapat, sampean pada kesini lagi ya. Akan
Oom tulis zarah tinta emas itu.” Kata Oom Tommy itu. “Iya, Oom.” Kata kami
bertiga secara kompak juga. “Dan untuk Mas Ricky. Nanti juga akan ada orang
yang menarik Mas kerja karena pengalaman kerjanya itu diluar yang lainnya.
Sabar dan tunggu saja ya Mas.” Kata Oom menatapku. “Ya, Oom. Terima kasih atas
bantuannya.” Kataku. Dan karena tamu masih banyak serta pada ngantri, kami
harus berpamitan pada semuanya, akhirnya pada malam itu juga kami pada kembali
ketempatnya masing-masing pula. Kami juga berpisah dengan Ervando yang masih
kost daerah Kuningan, Jakarta Selatan itu, hampir dekat dengan kawasan kantor
Bank tempat kerjanya itu pula.
Tapi bagiku bukannya tugas telah selesai walau telah berkonsultasi pada
orang pintar seperti itu, aku harus bertanya pada teman-temanku juga walau Oom
telah mengatakan jika aku akan ada yang menarik kerja disesuaikan dengan faktor
pengalamannya itu dan karena pengalamanku berbeda dengam yang lainnya, karena
mungkin lebih spesifik di Event Organizer pula. Setibanya dikamar Hadi, aku
seperti biasa beristirahat malam sambil menonton televisi program National
Geograpic Channel bersama Hadi itu pula. “Rick. Gue nitip loe belikan ikat
pinggang kulit asli itu sesuai dengan saran Oom.” Kata Hadi. “Iya. Tapi gue
harus mencarinya dulu. Karena harus kulit asli. Di Jakarta ga ada yang asli.
Kebanyakkannya aspal. Itu juga harganya selangit.” Kataku. “Ya terserah loe mau
cari dimana sebab gue kerja. Yang pasti itu harus dapat. Kalau gue kariernya
bagus juga akan bantu loe. Buat pulsa internet loe itu juga.” Kata Hadi.
“Iya. Thank you.! Lagipula kan loe udah janji untuk hal-hal seperti
untuk pulsa loe yang akan bantu dulu.! Gue kan udah bilang kalau gue juga ga
minta sama loe. Dan gue juga disini kembali atas permohonan loe juga. Semuanya
karena loe, Di. Demi loe, Di..!!” Kataku. “Iya. Bawel loe.! Terus. Yang
jalan-jalan ke Luar Negeri bulan depan itu, bagaimana, Rick?” Tanya Hadi. “Ya,
terserah loe aja. Kalau ga dilanjut juga ga apa-apa kan? Tapi sayang semua
ticketnya kan udah lunas juga.” Kataku menatap Hadi itu yang seperti ga
berdosa. Karena aku telah mengetahui e-mail-nya dia dan Christiano itu pada
telah membahas untuk membuat visa ke Belanda itu. Hadi sendiri pernah mengajakku
untuk menikah di Belanda namun aku menolaknya pula karena aku Bisex, aku masih
kemungkinan besar dapat berkeluarga dengan perempuan juga.
Hadi sendiri telah memperkenalkanku dengan teman-teman orang Belanda itu
jika aku dan Hadi sebagai pasangan Gay dan Bisex di Jakarta, Indonesia, namun
teman-teman kami itu pada tidak mempermasalahkannya akan hal itu karena jika
hidup di Belanda telah lumrah dan pada tidak merasa aneh bagi yang lainnya akan
kehidupan Gay dan lain-lainnya itu, mereka dapat saling menghargai satu dengan
yang lainnya, walau secara religi bukan muslim. Aku sebetulnya cemburu juga
dengan Christiano itu yang pada akan ke Belanda, khawatir mereka ke Belanda
berbicara sebagai teman dan jalan-jalan saja namun tiba-tiba ketika datang ke
Indonesia pada telah resmi hitam di atas putih surat nikah kaum gay itu.
=====o0o=====
Tester
Random – Bersambung Summary 5
(Selengkapnya di buku bersangkutan)
=====o0o=====