Summary 4


SAMBUNGAN RANGKUMAN / SUMMARY 3

Menjemput Dan Berjanji
Tepat jam 13:15 WIB., Hadi menghubungiku kembali sambil berbicara. “Rick. Kenapa SMS gue ga dibales-bales!? Telepon juga ga diangkat-angkat.!??” Tanyanya agak ketus. “Oh, sorry, Di. Sejak kemaen-kemaren gue abis silaturahim kerumah keluarga-keluarga gue yang lainnya. Disambung kemaren gue juga ada temen-temen pada ngajak renang hampir seharian dan dilanjutkan berwisata alam dikawasan Gunung Ciremai dan sekitarnya.” Jawabku. “Memangnya SMS menghabiskan waktu? SMS ga dibales-bales. Telephone ga diangkat-akangkat.! Sekarang loe ada dimana? Masih sama teman-teman loe itu.!!??” Tanya Hadi. “Gue ada dirumah sedang tiduran, teman-teman gue udah pada melaju ke kawasan Candi Borobudur semuanya, memangnya kenapa.?” Tanyaku. “Ooh. Jemput gue sekarang..!!?” Kata Hadi itu agak tegas. “Hah..!? Jemput? Gue sedang tiduran. Mana mungkin gue bisa jemput loe, Di.!??” Kataku agak kaget juga. “Cepat jemput gue sekaraaaaang..!!?” Katanya agak keras. “Ga bisa, Di. Lagipula gue ga ada duit untuk beli tiket kereta-nya. Bener deh..!” Kataku heran juga. “Ga usah pakai duit dan ticket..!” Kata Hadi. “Hah..? Memangnya pakai upil cukup.!??” Kataku mulai tegas pula. “Katanya loe ada dirumah.?” Kata Hadi. “Iya, betul. Tapi gue ga bisa jemput loe karena gue juga ga ada duit untuk beli tiket kereta-nya. Belum tetek bengek yang lainnya. Jangan ngegampangin dech loe, Di.!?” Kataku ketus juga. “Gue ga ngegampangin loe, Rick. Cepetan jemput gue, takut salah rumah gue nih..!!” Kata Hadi dan terdengar bunyi suara Hand Phone-nya berubah pula bersamaan dengan berubah pula di layar Hand Phone-ku itu.
Dan kini tampak Video Call wajah Hadi yang terlihat tersenyum ditahan, tampak di layar latar belakangnya bagunan kelurahan dan bangunan mesjid di kelurahan tempatku tinggal membuatku heran dan kaget pula. “Loe memangnya ada dimana, Di.!?” Tanyaku heran pula. “Ya, loe bisa lihat Video Call gue ini kan?” Jawab Hadi tersenyum sambil menggerakkan tubuhnya merekam sekitar kelurahan itu. “Hah, kurang ajar loe..! Loe udah didepan kelurahan tempat gue tinggal. Sebentar gue kesana.” Kataku sambil bergegas keluar dari kamar sambil tetap online Video Call dengan Hadi yang terlihat telah ada disekitar halaman kelurahan itu. Namun dalam fikirku, aku harus bagaimana lagi, sepertinya tidak ada pilihan lagi, kini Hadi telah ada di tempat kelurahanku tinggal. Aku bergegas disaksikan oleh adikku itu yang tetap tersenyum sinis dalam ledekkannya itu, namun aku cuwek saja karena memang Sonnie itu paling senang meledekkin aku ini.
Dan ketika aku tiba di halaman kelurahan tempat tinggalku itu, aku juga menjadi tersenyum geli, kini Hadi hingga nekad datang ke tempatku itu. Terlihat sosok BF-ku yang menjengkelkan itu tersenyum manis sambil membawa ranselnya itu. “Naik apa loe Di?” Tanyaku. “Ya, gue naik Kereta Cirebon Express, dilanjutkan naik travel itu. Gue turun disini aja, tapi gue dah lupa rumah loe itu makanya gue kontek loe.” Jawab Hadi sambil bersalaman denganku ini. “Ooh.. Loe masih ingat jalannya.” Kataku. “Ya iyalah, namanya juga alamat pacar..!” Kata Hadi tersenyum manis. “Ih, menyebalkan..!” Kataku ketus. “Knapa? Eh, kenapa sih loe telepon gue ga diangkat-angkat? SMS juga ga dibales-bales.” Kata Hadi menatapku tapi sambil tersenyum. ”Kan gue dah bilang tadi. Memangnya kenapa sih? Dah gatel..!!??” Kataku. “Hmmh… Kangen gue, Rick..!!” Jawab Hadi tersenyum malu-malu. “Hhmm…! Ya dah simpan dulu ransel loe itu. Sekalian aja makan. Loe pasti belum makan kan?” Kataku. “Gue udah makan di kereta tadi.” Kata Hadi. “Iya, itu pasti tadi. Paling waktu jam sarapan pagi kan.!? Waktu makan siang pasti belum.” Kataku. “Iya sih. Ko kamu kadang-kadang pintar ya, Rick.” Kata Hadi. “Halah, basi kali. Nyebelin..! Ya udah cepet kerumah aja sambil istirahat dulu.” Kataku sambil berjalan pula bersama Hadi itu. Dan kini Hadi tersenyum manis, yang aku suka melihat Hadi itu cara jalannya juga tampak seperti laki-laki tulen dan terlihat gagah jika sedang berjalan, berbeda dengan laki-laki pada umumnya itu.
Hadi benar-benar membuat kejutan untukku dengan cara seperti itu jauh-jauh datang ke luar kota Jakarta untuk bertemu denganku ini. Tapi aku juga pada dasarnya senang karena teman dan/atau orang senasib itu tidak memilikinya, semua temanku pada normal semuanya. Walaupun ada, aku belum mengetahuinya siapa mereka itu yang masih terselubung dalam kehidupan yang nyata dan kamuflase ini, sama sepertiku ini juga. Aku tersenyum ditahan berjalan dengan Hadi yang jauh-jauh telah berusaha untuk dapat bertemu denganku ini demi seorang kekasihnya yang dia cintainya selama ini.
=====o0o=====

BABY I LOVE YOUR WAY
(Lirik lagu Baby I Love Your Way – Bob Marley)

Shadows grow so long before my eyes, And they’re moving across the page
Suddenly the day turns into night
, Far away from the city but don’t hesitate
‘Cause your love just won’t wait hey
, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day
, Wanna be with you night and day
Moon appears to shine and light the sky
, With the help of some fireflies
I wonder how they have the power shine shine shine
, I can see them under the pines
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait hey
, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way every day
, Wanna be with you night and day uh yeah
But don’t hesitate ’cause your love won’t wait
, I can see the sunset in your eyes
Brown and grey and blue besides
, Clouds are stalking islands in the sun
Wish I could dry one out of season
, But don’t hesitate ’cause your love just won’t wait hey
Ooh baby I love your way every day
, Wanna tell you I love your way uuhh
Wanna be with you night and day
, Ooh baby I love your way every day
Wanna tell you I love your way uuhh
, Wanna be with you night and day.
=====o0o=====

Ketika memasuki rumah, Hadi tetap ramah dan sopan, tampil seperti tidak ada masalah denganku ini. Kami pada harus dapat menyimpan rahasia itu jika kami ini pasangan Gay dan Bisex itu. Sonnie dan keluargaku juga tampak seperti biasa. Dan yang beruntung, Sonnie yang suka jahil itu ketika dihadapan Hadi itu dia menjadi diam dan tidak ledek-ledekkan seperti sebelumnya itu. Malah keramahannya itu terlihat menjadi sopan karena memang harus dapat menjaga kesopanan dengan siapapun juga, bercanda dan meledek hanya dapat dilakukan jika dalam keluarga saja. Sonnie dan Hadi juga pada bersalaman seperti biasa pada umumnya itu. Sekaligus bersilaturahim dalam rangka lebaran pula. Kami tampil di dalam keluarga itu juga tidak mencerminkan sesuatu yang dapat mencurigakan. Apapun harus dapat disolusikan oleh kami ini dan jangan sampai semua anggota keluargaku itu pada dapat mengetahuinya jika kami ini sebagai pasangan Gay/Bisex itu. Sikap Sonnie hanya dapat meledek saja karena jahilnya itu, dasarnya sebetulnya agak mencurigai kami ini. Namun adikku, Sonnie itu sepertinya ketakutan jika aku dapat marah padanya, jadinya Ia hanya dapat meledek saja walau secara psikologis dapat menjabarkannya itu, terlihat dari sikap cara dan gaya meledeknya itu pula.
Aku dan Hadi tampil seperti biasa, makan dan lain-lain juga. Dalam kesempatannya aku juga berjalan-jalan disekitar tempatku termasuk membawa Hadi bersilaturahim ke tante-ku juga yang jaraknya tidak jauh dari rumahku itu. Dan ketika tiba dirumah tante-ku itu, tampak Derwan dan Akris juga yang lainnya pada welcome juga pada kami semua. Namun yang cukup mengganjal fikiranku itu sikap Derwan dan Akris itu yang pandangan mata-nya itu cukup mencurigakan ku juga. Tapi aku tidak ambil pusing, aku tetap tampil seperti biasa saja karena jika aku kaku dan salah tingkah maka akan semakin menambah kecurigaan bagi mereka semua. Aku dan Hadi juga mengobrol dengan Oom-ku itu yang telah cukup usianya. Keberadaan Hadi cukup menambah kawan juga karena aku tidak memiliki teman juga di tempat kelahiranku itu karena aku hanya lahir di tempat itu saja dan besar di Jakarta itu hingga puluhan tahun dan dapat dikatakan hingga sekarang ini.
Sepulangnya dari rumah tante-ku itu kami pada beristirahat tidur siang dikamarku sambil memutar Love Songs yang kebetulan kami berdua pada suka dengan lagu-lagu itu termasuk liriknya pula. Karena Hadi merasa kangen, seperi biasa kini Hadi memeluk tubuhku dan mencium bibirku ini secara perlahan-lahan ditempat tidurku itu membuat aku tidak dapat mengelak juga. Walau sedang marahan karena suatu hal, aku dalam hal ini tidak dapat mengelak serangan-serangan Hadi itu, aku tidak dapat menghindar karena jika berteriak atau menolaknya akan menambah masalah baru dan semua anggota keluargaku pada akan menanyakkannya juga, dan tentunya pada akan mengetahui masalah yang sangat mendasarinya itu. Aku pasrah digauli Hadi itu tanpa diketahui oleh semua anggota keluargaku itu dalam beristirahat tidur siangnya jelang sore itu. Aku juga pada dasarnya kangen namun bercampur kesal dan benci akan sikap Hadi itu yang selalu membuatku kesal oleh sikapnya itu. Bercinta dengan Hadi dalam cinta terlarangnya itu memang benar-benar sangat mengesankan dan memuaskan pula mebuatku nyaman, namun aku tidak sex maniac seperti Hadi itu yang benar-benar Hypersex Gay, yang aku rasakan cukup berlebihan harus dapat bercinta setiap hari/malam.
Walau aku bercinta dengan Hadi sebagai pasangan Gay-Bisex itu cukup nyaman dan santai bahkan hal ini yang pertama kali aku berpacaran dan aku lakukan dengan sosok laki-laki Gay yang secara penampilan; tampil sama dengan laki-laki pada umumnya itu, bahkan dalam sosok Hadi yang aku sukai itu dari cara berjalannya terlihat laki-laki tulen sekali dan sexy pula. Aku sendiri tidak habis fikir mengapa pada akhirnya aku ini menjadi menyukai sosok Hadi itu walau telah jelas jika Ia itu Hypersex Gay dan menyukai banyak Pria Idaman Lainnya itu. Aku tidak mengerti jika aku masih menyukainya pula, pada Hadi itu membuatku heran pula, karena pada laki-laki yang lainnya aku merasa biasa saja dan tidak ada rasa, kecuali sosok laki-laki itu tinggi badannya dan memang terlihat tampan seperti sosok Rendy dan teman-temannya itu. Namun aku tidak selingkuh dengan mereka karena diantara kami telah sepakat hanya berkawan dan tidak saling mengganggu satu dengan yang lainnya itu demi menjaga privacy-nya masing-masing pula. Aku berfikir sambil berbaring memeluk sosok Hadi yang lelah telah bercinta denganku ini, anehnya kini Hadi juga sambil lip-sych dengan lagu di Hand Phone-nya dan lagu yang lainnya sambil diresapinya pula.
=====o0o=====

Threesome Kembali
Suasana yang semakin akrab bertiga di kamar itu semakin mengarah pada tontonan itu sendiri. Akhirnya Hadi seperti biasa mengambil DVD Gay/Bisex koleksinya itu pula, lalu kami tonton secara bersama pula tanpa sepengetahuan semua anggota keluarga Hadi itu yang sebagian telah pada istirahat tidur pula, kecuali Ayahnya Hadi yang masih aktif menonton Televisi saluran olah raga; Sepak Bola sebagai salah satu acara favoritnya itu, menonton sendirian saja ditengah rumahnya. Aku tidak menyadarinya jika Ayahnya Hadi itu walau cuwek sekali namun memperhatikan kami semua, terbukti dengan kritikan-kritikannya dan berbagai pertanyaannya yang suka menjebak pula. Ayahnya Hadi tidak berani bertindak dan berbicara pada Hadi karena memang dia agak takut pada Hadi dan Ibu-nya itu pula.
Tidak lama kemudian Hadi mengunci pintu kamarnya pula secara perlahan-lahan agar tidak terdengar oleh Ayahnya dan agar tidak dapat dicurigai pula. Kini malah Hadi dan Yudi saling mendekat sambil berbicara perlahan-lahan padaku. “Rick. Sini dong. Bertiga sini.!” Pinta Hadi membuatku kaget pula. Dan ketika aku menatap mereka, tampak Yudi yang serba salah karena Yudi tahu jika aku ini BF-nya Hadi itu sendiri. “Jangan ginilah, Hadi. Ga enak sama Mas Ricky.” Kata Yudi menghindarkan sentuhan-sentuhan dan pelukan tangan Hadi itu. Aku sendiri menjadi serba salah pula, apa yang akan dilakukan oleh Hadi secara terang-terangan dihadapanku ini, namun aku tetap diam saja dalam kesabaran dan serba salahku ini, karena aku tidak dapat protes juga sebab aku kini berada dirumahnya Hadi dan aku di Jakarta juga memang tidak memiliki keluarga pula, jika aku protes dan harus pulang jam berapapun tidak ada ada tempat singgah itu. Kini aku harus dapat menerima dan menghadapi apapun risikonya yang akan terjadi dihadapanku dengan mengorbankan hati dan perasaan tanpa mengenal batas dan waktu pula, sekalipun menyangkut hati dan perasaan sebagai manusia yang memiliki hati dan perasaan ini.
Terlihat memang yang sangat agresif itu Hadi itu sendiri. Yudi tampak berusaha menghindarnya dengan cara sopan dan baik karena ada aku disekitarnya. “Mas Ricky, gimana nih, Hadi.” Kata Yudi serba salah. “Rick, sini dong kita bertiga.” Kata Hadi. Aku hanya menarik nafas panjang sambil memperhatikan mereka yang pada sedang nafsu dalam cinta terlarang itu sementara film Gay/Bisex masih berjalan pula dan bunyi suaranya dikecilkan agar semua anggota keluarganya pada tidak dapat mendengarnya pula. Tampak tatapan Yudi terlihat polos dan serba salah karena mungkin ada aku, namun Hadi malah mengerdipkan kelopak bola matanya itu memberikan suatu isyarat padaku agar aku dapat bergabung dalam balutan cinta sesama jenis itu. Aku menatap Yudi yang masih menatapku walau tubuhnya dipeluk Hadi itu, bahkan tangan Hadi meraba-raba tubuhYudi itu. “Kenapa mesti takut dengan saya, tanpa  ada aku juga kan dapat melakukannya seperti yang udah-udah.!?” Kataku sambil berusaha tetap senyum walau dalam hatiku serba salah juga. Tampak Yudi juga terlihat kaget mendengar jawabanku itu, terlihat di bola matanya serba salah dan salah tingkah pula, namun apa daya tubuhnya kini sedang dipeluk Hadi itu. “Oh, Ma’af, Mas Ricky. Ya udah sini, Mas.” Kata Yudi salah tingkah. “Iya sini, Rick. Gabung sama kita.” Kata Hadi tenang sekali.
“Aku juga pengen coba peluk, Mas Ricky. Sini, Mas.!” Kata Yudi yang tidak dapat bangkit karena Hadi telah menciumnya pula, bahkan beberapa kancing baju Yudi telah pada dibukanya oleh Hadi, termasuk restluiting celana jeans Yudi itu telah dibukanya, terlihat tatapan bola-bola mata Yudi tidak nyaman pula diperlakukan seperti itu didepan aku sebagai BF-nya Hadi itu. Kini aku juga serba salah, masa aku harus membiarkan BF-ku bercinta secara terang-terangan dihadapanku ini dengan kawanku dan teman dia juga yang sama-sama Bisex pula. Jika aku keluar ruangan kamar, apa perasaanku itu karena telah jelas Hadi itu telah membuka pakaian Yudi itu, bahkan kini celana Yudi juga telah terbuka pula. Jika aku bergabung, apakah mungkin aku harus threesome kembali seperti yang telah kami lakukan itu pula. Aku serba salah dan berfikir; dunia Gay/Bisex itu apakah seperti ini? Dapat bercinta secara bebas seperti itu pula tanpa ikatan resmi yang dapat sama-sama menjaga hubungan dan kebersihan bercinta. Berselancar dan eksplorasi cinta demi sex itu dapat dilakukan semudah itu walau ada kekasihnya ini.
Aku melihat tubuh Yudi yang tampan itu kini telah bugil dan diciumin oleh Hadi itu, dan dalam serba salahnya Yudi juga pada akhirnya membalas ciuman Hadi itu sambil memeluknya pula, namun bola-bola matanya pada menatapku pula. Terlihat tubuh Yudi yang ganteng itu memang laki-laki sekali dan sexy pula, lalu Hadi melepaskan celana dalam Yudi itu pula sambil berbicara. “Rick. Sini gabung sama gue dan Yudi. Kita threesome bersama. Cepet sini..!!” Kata Hadi. Karena aku melihat sosok tubuh Yudi yang telanjang itu terlihat sexy dan ganteng, juga Hadi memaksaku untuk dapat bergabung dalam eksplorasi cinta terselubugnya itu, aku juga mulai terangsang kembali, lalu aku menghampirinya pula dan langsung aku dirangkulnya oleh Hadi dan Yudi itu dalam balutan cinta terlarang laki-laki pada tampan secara bertiga di atas ranjang itu. Dengan cerdiknya Hadi langsung mengaktifkan lagu-lagu Love Songs-nya untuk menyiasati bunyi suara di kamar agar terkesan jika kami pada sedang mendengarkan Love Songs itu. Threesome kini sedang berlangsung tanpa diketahui oleh semua anggota keluarga Hadi sekalipun Ayahnya Hadi yang masih menonton televisi diruang tengah rumah itu, dan aku yakin Ayahnya Hadi hanya dapat mendengar bunyi suara halunan Love Songs itu saja dari kamar Hadi dibalik threesome yang sedang berlangsung itu. Selancar dan eksplorasi cinta demi sex itu berbagai gaya dan berbagai cara sesuai dengan keinginan semuanya, bahkan saling oral pula satu dengan yang lainnya yang terbungkus teman laki-laki Gay-Bisex. Tatapan di bola mata Yudi juga terlihat dalam serba salahnya itu membuatku bertanya-tanya pula.
=====o0o=====

Di usir Dari Rumah
Aku telah mengatakannya jika membuat buku itu sambil menunggu panggilan pekerjaan karena aku juga masih tetap melamar pekerjaan juga baik secara dikirim langsung maupun lewat post khususnya melalui E-Mail. Akhirnya Pak Paiman semakin serius berbicara tentang pekerjaan itu seperti menyerangku pula. “Saya tahu anggaran sampean itu cukup tinggi. Dan sampean pasti tidak tertarik menjadi PNS seperti saya yang udah pensiun ini. Sampai kapan sampean akan menunggu panggilan pekerjaan itu?” Kata Pak Paiman. “Saya kerja apa saja tidak apa-apa, Pak. Masalahnya kan nepotisme masih berlangsung. Dan saya tidak memiliki jaringan di PNS itu. Saya juga tidak tahu disini sampai kapan karena masih belum ada tanda-tanda pekerjaa. Lagipula kan saya tinggal disini diminta sama Mas Hadi itu, bukan keinginan saya sendiri. Mas Hadi pernah bilang sama saya berulangkali, segala sesuatu dirumah ini yang akan bertanggung jawabnya.” Kataku menjawab apa adanya, padahal aku berfikir apa lagi yang akan menimpaku ini.
“Lah iya, Mas. Saya tahu itu. Sampean kalau tidak karena anak saya itu, mau gimana? Anak saya juga harus lekas berkeluarga juga. Kalau sampean selalu berduaan juga dengan anak saya itu, kapan anak saya mandirinya? Ini harus dipisahkan juga, Mas.! Saya sudah beberapa kali memperkenalkan anak saya pada anak gadis temen kerja saya termasuk anak gadis kerabat saya tapi pada ditolaknya. Termasuk anak Pak RT ini, teman sampean juga itu.”  Kata Pak Paiman membautku semakin kaget, namun aku berusaha menahan sabar pula. “Iya, Pak. Saya memang harus keluar dari rumah ini. Saya juga harus mandiri dan mendapatkan pekerjaan lagi. Tapi sekarang saya belum ada gambaran jika saya harus keluar dan dimana saya harus tinggal juga. Mohon kebijaksanaan jika saya masih disini sebelum saya dapat tempat tinggal itu.” Kataku serba salah.
Bersamaan dengan itu sepertinya Ibunya Hadi mendengarkan percakapan kami itu yang semakin memanas pula dalam batas kewajaran. Tiba-tiba Ibu Sutiariyah memasuki kamar Hadi pula sambil berbicara.” Pak. Udah, Pak..!! Sini dulu, Pak.” Kata Ibu Sutiariyah itu. “Kenapa Bu? Sini aja bicara sekalian.” Kata Pak Paiman itu menyangkalnya pula sehingga Ibu Sutiariyah itu tertegun pula. “Anu, Pak. Biarkan Mas Ricky disini dulu. Dia belum mendapatkan pekerjaan.” Kata Ibu Sutiariyah sambil masih berdiri. “Ibu sini aja bicara disini bersama.” Kata Pak Paiman itu tetap duduk di karpet kamar Hadi itu. Dan sepertyinya pembicaraan itu didengar pula oleh Kakaknya Hadi, terlihat Warti yang judes dan sentiment padaku itu melihat kekamar Hadi dan hanya menatap sepintas dalam tatapan ketidak nyamanannya itu. Tapi kini malah Ibu Sutiariyah yang berjalan menghampiri Pak Paiman dan duduk di samping tempat tidur Hadi itu sambil berbicara. “Maksud Bapak itu bagaimana sih, Pak?” Tanya Ibu Sutiariyah itu.
“Gini loh, Bu. Mas Ricky memang sebaikanya keluar dari sini saja. Dia udah lama disini juga. Dan belum mendapatkan pekerjaan. Bikin buku juga kan kayaknya seperti pekerjaan buang-buang waktu saja loh, Bu. Lebih baik kerja yang lainnya yang udah jelas ada hasilnya. Sampai kapan Mas Ricky akan tinggal disini, Bu?” Kata Pak Paiman agak keras bicaranya pada Ibu Sutiariyah itu. “Pak. Bapak sabar kenapa? Mas Ricky belum mendapatkan pekerjaan. Biarkan dia disini dulu sebelum mendapatkan pekerjaannya. Biar Mas Ricky disini aja.” Kata Ibu Sutiariyah sambil matanya berkaca-kaca juga, tatapan tajamnya ke Bapak Paiman itu. “Ga bisa, Bu. Mas Ricky harus keluar dari sini.!! Kenapa Ibu menahannya dia terus sih? Toh anak kita juga kalau pada udah berkeluarga harus pada keluar dari sini agar pada mandiri.” Kata Pak Paiman tetap keras.
Mendengar jawaban itu kini Ibu Sutiariyah menangis keras pula. “Bapak. Kasihan Mas Ricky. Dia belum mendapatkan pekerjaan juga. Untuk sementara disini aja dulu.” Kata Ibu Sutiariyah menangis cukup keras sehingga Kakaknya Hadi datang kembali ke kamarnya Hadi itu dan memperhatikannya pula dalam judesnya itu pula. “Ibu ini gimana sih.!? Jangankan Mas Ricky, anak kita juga harus keluar dari rumah sini.” Kata Pak Paiman. “Iya tapi kalau pada udah mandiri. Ini Mas Ricky belum mendapatkan pekerjaan. Kasihan dia. Ibu udah sayang seperti anak Ibu sendiri.” Kata Ibu Sutiariyah itu tetap sambil menangis. “Bu. Udah, udah udah, Bu. Sini..!” Kata Warti itu mengajak Ibu Sutiariyah keluar dari kamar Hadi. “Lagian pada membandel. Ibu sih gitu. Ya sudah, Ibu ke kamar sono.. Sini…!!” Kata Pak Paiman itu mengajak Ibu Sutiariyah juga yang sedang menangis itu karena aku diusir secara sopan juga oleh Pak Paiman itu. Dan akhirnya dengan berjalan secara perlahan-lahan Ibu Sutiariyah itu kekamarnya bersama Warti dan Pak Paiman itu, tentunya pembicaraan itu dilanjutkan dikamarnya pula dengan versinya masing-masing pula.
Kejadian itu tidak diketahuinya oleh Hadi yang masih bekerja di kantor pengeboran minyak berlogo kulit kerang warna kuning ber-list dipinggirnya berwarna merah itu. Aku sendiri setelah mereka pada keluar dari kamar Hadi hanya terdiam dan termenung berfikir serius sekali. Kini aku telah jelas diusir secara terang-terangan oleh Pak Paiman setelah mengkritik aku tentang pekerjaan dan menulis buku itu. Dan sepertinya Pak Paiman itu juga pada dasarnya mengetahui kelalianan yang terjadi dengan Hadi itu sendiri namun tidak banyak bicara saja, hanya dapat menilai dan memperhatikan gerak gerik kami dan teman-teman Hadi itu. Secara psikologis Pak Paiman juga sering mengkritik aku seperti yang telah dia lakukan seperti mengatakan “Yang bekerja anak saya, sementara yang bagian tukang masaknya, Mas Ricky” dengan senyum sinisnya pula penuh dengan kebencian itu. Aku kini mulai resah memikirkan nasibku di Jakarta karena aku tidak memiliki keluarga, dan tidak memiliki tempat tinggal pula. Padahal aku sendiri besar di Jakarta hingga 30 tahun lebih. Namun kini secara berangsur-angsur pada lepas dengan caranya masing-masing pula, apalagi aku kini kehilangan pekerjaan itu sendiri.
Aku tidak kehabisan akal, semua teman kuliah aku kontek via SMS disamping menanyakan kabar sekaligus menanyakan pekerjaan pula. Dan ternyata tidak ada lowongan bagiku, bahkan mereka tidak mengizinkan jika aku menjadi bawahan di kantornya itu. Lalu aku melamar bagian Cleaning Servise, tukang sapu atau OB juga tidak masalah bagiku, namun tetap teman-temanku pada tidak mengizinkan jika aku bekerja sebagai OB itu, mereka inginnya jika aku menjadi partner kerjanya itu baik secara operasional maupun secara profit sharingnya. Mereka beranggapan jika aku ini jauh lebih tinggi prestasi dan pengalamannya termasuk dari cara berfikirnya dan tidak mungkin menjadi OB dan lain sebagainya. Bahkan mereka ada yang mengatakan jika aku ini orangnya idealis dan teoritis pula. Aku tetap menghubungi teman-teman yang lainnya hingga Hadi pulang kerja pada petang harinya itu. Akupun ketika hendak pada tidur malam seperti biasa mengobrol secara singkat intisari pembicaraan tadi siang itu yang membuat Hadi kaget pula jika Ayahnya bertindak seperti itu. Terlihat Hadi merenung pula seperti mencari solisui pula, namun dia tetap memeluk tubuhku ini sambil pada berbaring ditempat tidur itu.
“Gue jadi serba salah jadinya, Di. Gue juga ga tahu jika pada akhirnya gue akan menjadi seperti ini. Jatuh dipelukan loe ini pula. Gue di Jakarta ga ada family dan ga ada tempat tinggal juga, Di.” Kataku meneteskan air mata pula. “Tapi gue ga percaya bokap gue bilang gitu.” Kata Hadi dalam serba salahnya itu. “Loe Tanya aja sama Kakak loe itu atau sama Ibu.” Kataku. Mendengar jawabanku seperti itu Hadi terdiam, namun tetap memeluk aku erat sekali. “Gue nyaman sama loe, Rick. Gue dulu pacaran sama BF-BF gue sebelumnya ga seperti ini. Terus lowongan kerja buat loe memang belum ada?” Kata Hadi. “Belum. Semua teman gue udah dikontek semuanya. Tapi pada ga ada lowongan kerja untuk gue. Mereka juga pada ga mau kalau gue jadi bawahannya. Mereka inginnya gue sebagai partner mereka. Gue harus buka kantor sebagai mitranya itu.” Kataku. “Ya kan loe belum punya uang untuk modalnya.” Kata Hadi. “Itulah masalah gue juga. Gue ga tahu jika gue jadi begini.” Kataku terdiam. “Ya udah lupakan dulu. Besok kita bicarakan lagi, okey!? Sekarang peluk gue dulu dong Rick.” Kata Hadi mulai merayu kembali.
Siap atau tidak siap aku kini harus berusaha tenang karena Hadi suka mengancamnya jika masalah itu berlarut-larut dalam fikiranku ini. Kini aku yang berbaring di tempat tidur itu memeluk Hadi, dan secara perlahan-lahan Hadi mulai beraksi kembali pada serangan malamnya itu dalam balutan cinta terlarangnya, sepertinya kami lupa dengan kejadian di siang hari tadi itu. Hadi memang sangat pandai dalam bercintanya, sentuhan-sentuhan tangan halus dan lembutnya meraba-raba seluruh tubuhku membuat aku terangsang pula di atas ranjang yang berstempel penuh dengan jejak cinta terlarang kaum Gay/Bisex era millennium modern ini karena zaman Nabi Luth telah berlalu sejak dahulu kala namun warisannya masih dapat dirasakan dan masih ada karena Tuhan sebagai sang pencipta alam semesta beserta semua isinya masih memproduksinya melalui insan dan atau manusia seutuhnya tanpa diketahui oleh orang tua atau ibu-ibu yang pada melahirkannya dalam rahasia Tuhan itu. Anehnya aku juga merasa tenang jika sedang berduaan dengan Hadi itu, apalagi dalam balutan cinta terlarang tanpa ikatan hitam di atas putih itu yang kini hanya seberkas perjanjian belaka antara aku dan Hadi saja.
Keesekoan harinya karena aku merasa dihina dan dikritik membuat buku dan diusir oleh Pak Paiman itu pula, aku pergi kekantor kawanku itu dan mengobrol masalah pekerjaan pula, namun hubungan intim dengan sesama jenis tidak aku utarakan pada mereka karena selama ini semua kawan kuliahku tidak ada yang dapat pada mengetahuinya jika aku ini sosok seorang Bisexual juga. Namun aku hanya dapat berkonsulatasi masalah pekerjan saja, tidak mendapatkan pekerjaan sekalipun hanya pesuruh kantor dan sejenisnya. Dari kantor ke kantor temanku aku lakukan sambil memohon pekerjan barangkali mereka memilikinya, dan aku tidak butuh jabatan apapun, yang penting aku mendapatkan pekerjaan apa saja dan aku dapat keluar dari rumahnya Hadi itu. Tetapi dalam satu hari itu aku nihil, tidak ada satu kawanpun yang memiliki lowongan pekerjaan. Aku merasa sedih dan benar-benar seperti gembel saja, duduk di halte bis sambil mengobrol dengan beberapa pengamen pula. Dan beberapa kali Hadi juga menghubungiku melalui Hand Phone-ku itu menanyakan posisiku berada di mana, aku juga menjawabnya secara jujur dan terus terang apa yang aku lakukan pada pagi, siang hingga sore itu. Bahkan aku juga belum makan karena aku berangkat dari rumah itu setelah Hadi berangkat kerja pula, sehingga Hadi ngomel-ngomel pula padaku namun aku abaikannya karena aku harus secepatnya mencari dan mendapatkan tempat juga. Dan pada akhirnya aku janjian sama Hadi ketemuan di Citos saja dipetang harinya itu sambil makamn malam bersama di MC Donalds itu.
=====o0o=====

Orang Pintar (Paranormal)
Dan kami makan malam di MC Donalds itu hingga agak larut malam, pulangnya langsung menaiki taxi tetap ke rumahnya Hadi daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur karena aku belum dapat tempat tinggal lagi. Selama dalam taxi aku hanya diam dan berfikir dalam sekali tentang nasibku ini, Hadi-pun tidak bicara sepatah katapun, hanya menatap sesekali saja. Aku berfikir juga bagaimanakah profil orang pintar sebagai konsultan spiritualnya Hadi selama ini, dan magic-magic-nya seperti bagaimana itu pula, apakah memang seperti dalam film aladin dan film-film yang lainnya itu dan dapat membantuku juga dalam kekuatan gaibnya itu khusunya demi mendapatkan pekerjaan itu kembali seperti semula.?
Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, aku dan Hadi pada janjian di Pizza Hut Taminisquare dan makan malam disana sekaligus berangkat ke rumahnya orang pintar yang selalu dipanggil “Oom Tommy atau Oom” itu saja. Setelah pada bertemu, Oom yang berasal dari salah satu desa Provinsi Jawa Tengah itu terlihat usianya cukup berumur juga. Namun posisi kontrakan rumahnya di Jakarta berada di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur dekat dengan kawasan Kramat Jati Indah Plaza, atau dekat dengan kawasan Rumah Sakit Polri itu. Suasaa dirumah kontrakan Oom itu cukup ramai karena sering banyak tamu pula yang sama-sama pada sedang berkonsultasi sesuai dengan kebutuhannya pula, mulai dari berbagai permasalahan pribadi para pasien-nya masing-masing maupun tentang pekerjaan dan lain-lainnya pula. Aku tidak tahu ilmu kebathinan apa yang digunakan oleh Oom itu sehingga tamunya cukup banyak juga dan hingga mengantri untuk dapat berkonsultasi pada Oom itu.
Aku menatap dekorasi dan asesoris isi ruangan kontrakan rumahnya tak ubahnya seorang spiritual, dilengkapai hal-hal yang berbau mistis dan aroma penciumannya cukup wangi pula. Disana juga terdapat kepala rusa bertanduk sangat indah dan senjata keris serta lain-lainnya pula pada menempel di dinding ruangan rumahnya itu. Suasana lingkungan rumah Oom cukup ramai kebetulan di daerah padat penduduk, dan para tamu juga silih berganti untuk dapat berkonsultasi pada Oom itu. Ada yang dari Jakarta dan sekitarnya dan ada pula para tamu yang dari luar kota Jakarta, termasuk dari luar pulau Jawa pula.  
Pertama-tama Hadi memperkenalkanku kepadanya lalu Hadi berkonsultasi pada orang pintar itu tentang pekerjaan dan lain-lainnya. Tidak lama kemudian Ervando, teman Hadi sejak SMA di kawasan Halim Perdanakusuma itu juga datang karena telah pada janjian dengan Hadi juga, dan ternyata sepertinya mereka telah pada sering berkonsultasi kepadanya pula. Ervando sendiri salah seorang teman Andrean yang sama-sama Gay pula, sama dengan Hadi, itulah mengapa Ayahnya Hadi suka bertanya padaku mengapa jika teman-teman Hadi pada sedang berkumpul dirumah Hadi mereka jika pada sedang mengobrol kata-kata latah hingga alat vital laki-laki juga pada terucapnya dan bahkan lebih dari itu.
Ervando sendiri pada dasarnya sejak dari awal jika aku berpacaran dengan Hadi itu tidak setuju, harapannya jika Hadi itu masih dapat mendapatkan BF yang lebih mapan dariku ini, karena dia sendiri berusaha untuk mendapatkan BF yang lebih mapan darinya pula walaupun dia sendiri telah memiliki BF yang tampan dan tinggi juga badannya. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu, aku tetap masih dapat berkawan dengannya dengan batas-batas tertentu saja karena dalam dunia Gay/Bisex juga terjadi persaingan yang sangat ketat seperti itu pula. Ervando itu sendiri memiliki kekasih laki-laki Gay juga bertubuh sangat tinggi dan ganteng pula, tubuhnya sangat proporsional bahkan jauh lebih tinggi daripada sosok Hadi dan Ervando itu sendiri. Terlihat sosok BF Ervando itu sangat ganteng seperti Rendy dan kawan-kawannya itu. Namun dunia Gay-Bisex berbicara lain, sepertinya tidak melihat hati dan perasaan melainkan hanya kepuasan hawa nafsu sex saja yang dikejar-kejar dan diperjuangkannya itu.
Didalam rumah kontrakan Oom, kini Oom yang dikatakan orang pintar dan memiliki kebathinan ilmu terawang itu hanya terlihat menatap kami bertiga dalam kewibawaanya seorang paranormal itu. Dan karena Oom itu banyak tamunya sehingga kami semua jika bicara dan konsultasi akan pada terdengar oleh orang-orang lainnya yang pada sedang berkonsultasi pula. Terlihat Oom Tommy itu sangat halus dan menggunakan istilah dan bahasa isyarat cara memberikan wejangan dan saran-sarannya kepada semua pasiennya itu, termasuk aku sendiri. Syarat-syarat untuk ritual pada Oom Tommy itu juga tidak sama, disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing pula, disesuaikan dengan tingkat kesulitan masalahnya itu.
Aku perhatikan Hadi dan Ervando sepertinya telah jelas pada akrab dengannya, Hadi dan Ervando berkonsultasi tentang kariernya masing-masing pula. Ervando sendiri bekerja di salah satu Bank Swasta Indonesia dan posisinya cukup lumayan juga, namun Ervando berkonsultasi pada Oom ingin pindah dan sekaligus naik jabatannya di kantornya itu hingga tingkat manager sesuai dengan harapannya itu. Ervando yang sedang berpacaran dengan laki-laki tampan salah seorang warga Bekasi, Jawa Barat, karena kami sering bertemu dalam acara-acara silaturahmi yang suka diadakan oleh Hadi itu sendiri sesama kaum Gay/Bisex tanpa diketahuinya oleh yang lainnya jika kami ini para homosex walau secara penampilan terlihat ganteng-ganteng dan tampan-tampan atau menarik sekali, dan tidak terlihat tanda-tanda jika kami ini pada memiliki kelainan secara biologis masing-masing. Dan Hadi sendiri pernah terucap menyukai type laki-laki seperti pacarnya Ervando itu sendiri, sayangnya BF Ervando sendiri pacar temen sekolahnya sendiri.
Kami bertiga masih pada duduk dan mendengarkan petuah Oom dalam konsultasinya itu, tidak perduli sama-sama didengarkan oleh orang lain yang pada sedang berkonsultasi itu pula karena para pasien atau para tamu Oom disatukan dalam satu ruang tamu itu sendiri. Dan berulangkali Oom menggaris bawahin pembicaraannya itu dengan 3 kata;Sabar, Yakin, dan Percaya.” Itu yang harus kami pegang teguh jika ingin mempercayai anjuran dan saran Oom itu sebagai konsultan spiritualnya. Pembicaraan demi pembicaraan konsultasi bergulir secara terus menerus hingga larut malam silih berganti sesuai dengan antrian itu pula.  Dan Oom itu bicaranya terlihat secara langsung tanpa menggunakan jampe-jampe atau mantra-mantra disesuaikan dengan faktor kebutuhannya pula, sejauh mana faktor kesulitan masalah yang dihadapi para pasiennya itu pula. Tapi tidak lama kemudian Oom berbicara pada kami bertiga. “Dari tiga orang ini ada yang berhasil duluan. Ada yang telat. Dan ada yang akan membeli mobil duluan.” Kata Oom, lalu menatapku juga. “Amiiin, Oom.” Kata kami bertiga disaksikan oleh para tamu yang lainnya itu.
Kemudian Oom berbicara kembali. “Mas Hadi. Mas Ricky. Juga Mas Ervando. Sebaiknya sampean ini pada memiliki ikat pinggang kulit asli yang memiliki resluitingnya. Nanti Oom akan membuat tulisan zarah-emas didalamnya dan sekaligus tempat saputangan berisi mantra Oom untuk penjagaan sampean semua. Untuk jaga diri dan sekaligus untuk karier juga.” Kata Oom tenang.  “Iya, Oom. Dimana mendapatkan ikat pinggang kulit asli dan ada resluitingnya itu?” Tanya Hadi. “Banyak, Mas. Sampean cari saja ditempat-tempat jual ikat pinggang itu. Kalau Oom yang mencarikan nanti dikira Oom bisnis juga. Cari aja masing-masing karena Oom tidak komersil.” Kata Oom tersenyum. “Baik, Oom. Nanti saya dan temen-temen mau pada mencarinya juga.” Kataku menimpali Hadi.
“Iya. Nanti kalau sudah pada dapat, sampean pada kesini lagi ya. Akan Oom tulis zarah tinta emas itu.” Kata Oom Tommy itu. “Iya, Oom.” Kata kami bertiga secara kompak juga. “Dan untuk Mas Ricky. Nanti juga akan ada orang yang menarik Mas kerja karena pengalaman kerjanya itu diluar yang lainnya. Sabar dan tunggu saja ya Mas.” Kata Oom menatapku. “Ya, Oom. Terima kasih atas bantuannya.” Kataku. Dan karena tamu masih banyak serta pada ngantri, kami harus berpamitan pada semuanya, akhirnya pada malam itu juga kami pada kembali ketempatnya masing-masing pula. Kami juga berpisah dengan Ervando yang masih kost daerah Kuningan, Jakarta Selatan itu, hampir dekat dengan kawasan kantor Bank tempat kerjanya itu pula.
Tapi bagiku bukannya tugas telah selesai walau telah berkonsultasi pada orang pintar seperti itu, aku harus bertanya pada teman-temanku juga walau Oom telah mengatakan jika aku akan ada yang menarik kerja disesuaikan dengan faktor pengalamannya itu dan karena pengalamanku berbeda dengam yang lainnya, karena mungkin lebih spesifik di Event Organizer pula. Setibanya dikamar Hadi, aku seperti biasa beristirahat malam sambil menonton televisi program National Geograpic Channel bersama Hadi itu pula. “Rick. Gue nitip loe belikan ikat pinggang kulit asli itu sesuai dengan saran Oom.” Kata Hadi. “Iya. Tapi gue harus mencarinya dulu. Karena harus kulit asli. Di Jakarta ga ada yang asli. Kebanyakkannya aspal. Itu juga harganya selangit.” Kataku. “Ya terserah loe mau cari dimana sebab gue kerja. Yang pasti itu harus dapat. Kalau gue kariernya bagus juga akan bantu loe. Buat pulsa internet loe itu juga.” Kata Hadi.
“Iya. Thank you.! Lagipula kan loe udah janji untuk hal-hal seperti untuk pulsa loe yang akan bantu dulu.! Gue kan udah bilang kalau gue juga ga minta sama loe. Dan gue juga disini kembali atas permohonan loe juga. Semuanya karena loe, Di. Demi loe, Di..!!” Kataku. “Iya. Bawel loe.! Terus. Yang jalan-jalan ke Luar Negeri bulan depan itu, bagaimana, Rick?” Tanya Hadi. “Ya, terserah loe aja. Kalau ga dilanjut juga ga apa-apa kan? Tapi sayang semua ticketnya kan udah lunas juga.” Kataku menatap Hadi itu yang seperti ga berdosa. Karena aku telah mengetahui e-mail-nya dia dan Christiano itu pada telah membahas untuk membuat visa ke Belanda itu. Hadi sendiri pernah mengajakku untuk menikah di Belanda namun aku menolaknya pula karena aku Bisex, aku masih kemungkinan besar dapat berkeluarga dengan perempuan juga.
Hadi sendiri telah memperkenalkanku dengan teman-teman orang Belanda itu jika aku dan Hadi sebagai pasangan Gay dan Bisex di Jakarta, Indonesia, namun teman-teman kami itu pada tidak mempermasalahkannya akan hal itu karena jika hidup di Belanda telah lumrah dan pada tidak merasa aneh bagi yang lainnya akan kehidupan Gay dan lain-lainnya itu, mereka dapat saling menghargai satu dengan yang lainnya, walau secara religi bukan muslim. Aku sebetulnya cemburu juga dengan Christiano itu yang pada akan ke Belanda, khawatir mereka ke Belanda berbicara sebagai teman dan jalan-jalan saja namun tiba-tiba ketika datang ke Indonesia pada telah resmi hitam di atas putih surat nikah kaum gay itu.
=====o0o=====

Tester Random – Bersambung Summary 5
(Selengkapnya di buku bersangkutan)
=====o0o=====